
Apa yang terjadi apabila seseorang jatuh sakit, namun tidak ada obat yang mampu menyembuhkannya? Itulah kekhawatiran yang sedang dihadapi dunia kesehatan. Bakteri, virus, fungi, dan parasit semakin kebal oleh obat-obatan yang seharusnya melumpuhkan mereka, termasuk antibiotik, antivirus, antifungals, dan antiparasit. Fenomena ini dikenal dengan resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/ AMR).
Mengenal Resistensi Antimikroba
AMR adalah ancaman serius dan dapat berakibat fatal. Ketika antibiotik dan obat antimikroba lainnya tidak lagi efektif, penyembuhan infeksi menjadi sulit atau bahkan tidak dapat diobati, sehingga meningkatkan risiko penyebaran penyakit, kecacatan, hingga kematian. AMR terjadi melalui perubahan genetik alami pada patogen, namun penggunaannya yang berlebihan dan salah oleh manusia mempercepat proses ini.
Tidak hanya sebatas sulitnya proses penyembuhan, AMR juga berdampak pada prosedur medis penting seperti kemoterapi, operasi caesar, dan transplantasi organ. Selain risiko kesehatan, dampak ekonomi yang ditimbulkan juga sangat besar, termasuk biaya perawatan kesehatan yang membengkak akibat pasien harus dirawat lebih lama di rumah sakit.
Data dan Situasi Terkini
Menurut World Health Organization (WHO), resistensi antimikroba tercatat telah menyebabkan 1,27 juta kematian pada 2019 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 10 juta kematian pada 2050. Ancaman ini diprediksi akan membebani sistem kesehatan dunia hingga 1 triliun USD pada 2050, serta mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) global sebesar 3,4 triliun USD pada 2030, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat bahwa AMR menyebabkan 25,38% kematian pada tahun 2022. Sedangkan pada 2023, 24 rumah sakit besar di Indonesia melaporkan adanya peningkatan resistensi antimikroba pada bakteri jenis Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae, yang mampu menyerang organ-organ vital tubuh manusia, dan menyebabkan kematian.
Kasus Penyintas Amr Di Indonesia
Salah satu kasus AMR yang sempat menjadi perbincangan di Indonesia adalah kasus yang menimpa Steven Timotius Dharma Suki, seorang pasien yang mengalami multidrug resistant (MDR). Pada tahun 2020, ia menderita tipes yang tidak bisa disembuhkan oleh dua jenis antibiotik berbeda. Ia menjelaskan bahwa sejak kecil, ia sering mengonsumsi antibiotik tanpa resep dokter dan dengan dosis yang sembarangan, yang berkontribusi pada resistensinya terhadap obat-obatan tersebut.
Salah satu faktor utama tingginya kasus AMR di Indonesia adalah mudahnya akses masyarakat terhadap antibiotik tanpa resep dokter.

Strategi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba
Wakil Menteri Kesehatan Indonesia, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, menjuluki AMR sebagai “pandemi senyap”, karena Indonesia diperkirakan akan menjadi salah satu dari lima negara dengan peningkatan tertinggi dalam konsumsi antimikroba pada 2030. WHO juga telah mendeklarasikan AMR sebagai salah satu dari 10 besar ancaman kesehatan masyarakat global.
Organisasi Tripartit (Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH), bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dalam proyek resistensi antimikroba Multi-Partner Trust Fund atau AMR MPTF, yang berfokus membantu dalam pengendalian AMR dengan pendekatan One Health (pendekatan terpadu yang bertujuan untuk menyeimbangkan dan mengoptimalkan kesehatan ekosistem secara berkelanjutan) sejak tahun 2021. Proyek ini menekankan penggunaan antimikroba yang bijak melalui program penatagunaan antimikroba (AMS) serta pencegahan infeksi dengan air, sanitasi, dan kebersihan (IPC-WASH).
Upaya Pencegahan
Melihat betapa seriusnya ancaman ini, berikut beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah AMR:
- Gunakan antibiotik hanya sesuai resep dokter, dan ikuti petunjuk dengan tepat.
- Jangan gunakan antibiotik yang dibeli tanpa resep atau sisa obat sebelumnya.
- Jika dokter meresepkan antibiotik untuk infeksi yang tampaknya ringan, tanyakan alasan dan manfaatnya, serta alternatif pengobatan yang mungkin tersedia.
- Jaga kebersihan diri, cuci tangan secara teratur, dan lakukan vaksinasi untuk mencegah infeksi.
- Diskusikan kekhawatiranmu terkait penggunaan antibiotik dengan tenaga medis.
Upaya untuk membatasi penggunaan antibiotik dan mengontrol distribusinyadi Indonesia harus terus ditingkatkan demi mengurangi penyebaranAMR yang tidak hanya merugikan kesehatan, tetapi juga ekonomi.
Sumber :
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/antimicrobial-resistance
https://www.who.int/indonesia/id/news/detail/20-08-2024-deaths-due-to-amr-estimated-to-reach-10-million-people-by-2050--ministry-of-health-and-who-launch-national-strategy
https://www.who.int/indonesia/id/news/detail/20-08-2024-deaths-due-to-amr-estimated-to-reach-10-million-people-by-2050--ministry-of-health-and-who-launch-national-strategy
https://www.unep.org/topics/chemicals-and-pollution-action/pollution-and-health/unep-one-health
https://kemkes.go.id/id/rilis-kesehatan/waspada-bakteri-kebal-antibiotik
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20211119/2238877/resistensi-antimikroba-ancaman-kesehatan-paling-mendesak-strategi-one-health-perlu-digencarkan/
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cqv1g3j9e8vo